




Di tengah hiruk pikuk Weaving Resilience Global Meeting di Accra, Ghana, Afrika Barat, 8-10 Juli 2025 lalu, Ananta Fund membawa dan memamerkan beragam produk lokal dari Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Mitra Penerima Hibah. Kegiatan ini turut menjadi platform penting bagi Ananta Fund untuk memperkenalkan produk unggulan mitra. Produk-produk yang ditampilkan pun bervariasi, tidak hanya menonjolkan keindahan, tetapi juga kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam, mencerminkan keragaman geografis dan budaya dari kawasan barat, tengah, dan timur Indonesia, serta upaya mereka dalam pemberdayaan komunitas. Berikut sejumlah produk yang dipamerkan di Accra, Ghana:
Kain Tenun Songket Motif Subhanale
Keindahan dan makna mendalam Kain Tenun Songket Motif Subhanale, sebuah karya tenun asli dihadirkan dari Desa Batu, Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Kain tenun ini diproduksi dengan sepenuh hati oleh Kelompok Tenun Tenar, sebuah kelompok yang merupakan bagian dari Jaringan Perempuan Usaha Kecil Rindang (Jarpuk Rindang).
Motif Subhanale merupakan salah satu motif paling ikonik dan bersejarah di Lombok Tengah, yang sudah ditenun sejak zaman nenek moyang Suku Sasak. Penamaan "Subhanale" memiliki cerita yang unik. Nama ini berasal dari ekspresi kekaguman penenun pertama yang – setelah melihat keindahan motif yang baru dibuat – secara spontan mengucapkan kalimat "Subhanallah," yang berarti Segala puji bagi Allah. Dalam dialek Sasak, kalimat ini diadaptasi menjadi "Subhanale".
Tenun songket ini bukan hanya sekedar kain yang dibuat oleh sekelompok perempuan Lombok Tengah, tetapi juga berkontribusi untuk tujuan mulia, mulai dari pemberdayaan masyarakat terutama perempuan dan anak muda, meningkatkan pendapatan masyarakat dan institusi, serta upaya melestarikan budaya tenun yang merupakan warisan leluhur. Setiap helai kain Subhanale merupakan simbol dedikasi dan upaya untuk menjaga warisan budaya tetap hidup, sekaligus menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi para penenun di Lombok Tengah.
Jarpuk Rindang mendukung pemberdayaan usaha kecil-mikro perempuan di berbagai usaha, termasuk tenun songket tradisional, kerajinan ketak, bambu, dan kuliner. Mereka berharap komunitas perempuan dapat menjadi kuat dan mandiri dalam masyarakat yang madani dan demokratis, sejahtera, egaliter, setara, dan berkeadilan gender.
Pangan Lokal Sorgum dari Flores Timur
Bagi masyarakat Flores, sorgum bukan hanya sekedar pangan, tetapi juga keajaiban dan warisan leluhur. Tepung sorgum yang diproduksi oleh unit bisnis Yasores, Sorgum Flo, lahir dari benih-benih pilihan yang ditanam di tanah berbatu dengan suhu ekstrem di ketinggian 300 meter di atas permukaan laut.
Biji-bijian kecil seperti mutiara ini tidak hanya kaya akan antioksidan yang meningkatkan kekebalan tubuh, tetapi juga bebas gluten, sehingga menjadi pilihan ideal bagi mereka yang memiliki penyakit autoimun. Sorgum merupakan tanaman adaptif yang mampu tumbuh di segala kondisi tanah dengan kebutuhan air yang sangat rendah, sehingga menawarkan nilai ekonomi yang signifikan bagi masyarakat yang rentan di daerah pertanian lahan kritis di Flores dan pulau-pulau sekitarnya.
Lebih dari itu, sorgum memiliki akar yang kuat dalam tradisi Lamaholot. Dikenal sebagai wataholot, watablolong, atau wata solot, dan juga dikenal sebagai jagung solor, sorgum merupakan salah satu dari lima (5) makanan pokok masyarakat Lamaholot.
Si Cantik Rosella Kaya Manfaat
Selain sorgum, Yasores juga memiliki produk berupa teh rosella yang turut dibawa ke Accra. Si cantik berwarna merah dengan manfaat kesehatan yang luar biasa ini memiliki khasiat yang luar biasa, sangat baik untuk penderita hipertensi dan mereka yang ingin mencerahkan kulit. Di Larantuka, rosella dikenal dengan sebutan "Asam Belanda" dan sering digunakan sebagai pengganti bumbu asam pada masakan ikan, memberikan warna cerah, kesegaran, dan aroma yang harum.
Dalam cuaca hangat, perempuan di sana secara tradisional merendam bunga rosella kering, mencampurkannya dengan sirup gula, dan menambahkan es batu untuk membuat minuman yang menyegarkan. Namun, rosella tidak disarankan untuk orang yang memiliki masalah lambung.
Melalui produk-produk khas ini, Yasores percaya dengan mendukung pangan lokal, masyarakat tidak hanya mendapatkan manfaat kesehatan, tetapi juga berpartisipasi dalam membangun masa depan yang lebih cerah dan berkelanjutan bagi masyarakat Flores.
Didirikan pada 2023, Yasores, berlokasi di Waiotan, Desa Pajinian, Kecamatan Adonara Barat, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Yasores bertujuan untuk mempromosikan kedaulatan pangan yang mandiri bagi masyarakat yang tangguh, terampil, dan bermartabat di Nusa Tenggara Timur. Organisasi ini menjadi contoh bagaimana kearifan lokal, inovasi yang sederhana, dan upaya yang berdedikasi dapat menghasilkan perubahan yang signifikan.
Ikuti akun Instagram mereka di @sorgumflo untuk informasi lebih lanjut mengenai produk ini.
Minyak Kayu Putih demi Jaga Warisan Hutan Papua
Produk minyak kayu putih dari Papua Paradise Center diproduksi dengan tujuan mulia yang lebih dari sekedar mencari keuntungan. Sebagai organisasi yang berdedikasi untuk melindungi Tanah Papua, produksi minyak kayu putih menjadi upaya penting untuk menjaga hutan kayu putih yang merupakan warisan alam Suku Kanum, suku yang terletak di Kabupaten Merauke ini berada di perbatasan antara Indonesia dan Papua Nugini.
Minyak ini diproduksi oleh Kelompok Yekinto, yang terdiri dari komunitas kecil Masyarakat Adat Kanum dari Kampung Yanggandur, Distrik Sota, Merauke. Kelompok ini didirikan oleh Papua Paradise Center sebagai tanggapan atas krisis eksploitasi lahan dan perampasan lahan besar-besaran. Produk ini menjadi sumber pendapatan dan dukungan bagi Marga Ndiken. Minyak kayu putih yang diproduksi oleh Kelompok Yekinto merupakan produk murni dan bebas alkohol.
Noken Hasil Karya Kelompok Mama-mama Papua
Tak hanya minyak kayu putih, ada satu produk yang juga dihadirkan dari ujung timur Indonesia, yakni noken atau toware. Produk ini merupakan karya kerajinan tangan yang dibuat oleh para pengrajin terampil dari Kelompok Mama-Mama Masyarakat Adat Kanum di Kampung Sota, yang terletak di perbatasan Indonesia dan Papua Nugini.
Kelompok Yu Mbu Tar Ta terdiri dari sepuluh (10) perempuan dan satu laki-laki, yang memegang jabatan sebagai Ketua Adat Suku Kanum di Kampung Onggaya. Kelompok ini dibentuk dengan dukungan dari Papua Paradise Center. Selain noken, mereka juga membuat hiasan kepala, topi, dan berbagai macam benda-benda budaya yang mencerminkan kekayaan tradisi Suku Kanum.
Noken dibuat dari kulit pohon seperti melinjo atau genemo, dan dihiasi dengan bulu kasuari dan biji jali. Uniknya, noken yang dibuat oleh kelompok ini di Kampung Onggaya, Indonesia, juga dapat ditemukan di beberapa desa di Papua Nugini karena mereka adalah bagian dari Suku Kanum yang sama.
Perbatasan nasional membagi delapan (8) Kampung Suku Kanum di Indonesia dan 35 kampung lainnya di Papua Nugini, yang menghasilkan kesamaan atribut budaya yang ada di kedua negara ini.
Papua Paradise Center yang berlokasi di Kampung Kamahedoga, Merauke, Papua Selatan, merupakan organisasi yang bergerak di tiga (3) bidang utama, yaitu pendidikan dan pelatihan berbasis alam, bahasa, seni dan budaya Papua; ekonomi kerakyatan berbasis UMKM dan ecosociopreneur; serta hutan dan lingkungan. Seluruh produk yang dikembangkan berasal dari masyarakat adat mitra binaan.
Kopi Arabika dari Sulawesi Selatan
Kopi Arabika Legen, berasal dari Masyarakat Adat Ponglegen, tepatnya berada di daerah dataran tinggi Rongkong, Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Komunitas ini merupakan dampingan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tana Luwu.
Kopi Arabika ini dikenal dengan aroma dan cita rasa yang khas. Saat ini, Kopi Legen telah dikemas dan diberi merek oleh Kelompok Usaha Masyarakat Adat (KUMA) Buntu Leling Ponglegen.
Inisiatif bisnis oleh AMAN Tana Luwu ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat adat, meningkatkan kesejahteraan petani kopi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut melalui budidaya kopi.
Organisasi ini juga memprioritaskan keterlibatan perempuan adat dalam setiap aspek perawatan kopi, termasuk penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, pemasaran, dan ekspor.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tana Luwu mendirikan Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA) Tana Luwu untuk mengangkat masyarakat adat. BUMMA menawarkan berbagai produk yang bersumber dari komunitas-komunitas adat di Tana Luwu, seperti kopi, madu, beras merah, sagu, dan keripik. AMAN Tana Luwu berkomitmen untuk mendorong kedaulatan politik masyarakat adat, mencapai kemandirian ekonomi, dan melestarikan martabat budaya.
Kopi Organik dari Petani Lokal Sumedang
Terletak di balik perbukitan hijau yang subur di Desa Genteng, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, terdapat kisah transformasi yang menginspirasi. Sebelumnya, para petani kopi bekerja di bawah pengaruh tengkulak, namun secercah harapan muncul dengan terbentuknya Koperasi Berdikari pada 2005 silam. Koperasi ini mendapat dukungan dari Yayasan Palasara Widya Indonesia.
Para petani kopi mulai memperoleh pengetahuan tentang pengolahan pasca panen dan mengembangkan sistem manajemen stok untuk biji kopi olahan mereka. Mereka juga menghitung harga pokok produksi biji kopi pascapanen sehingga nilai biji kopi meningkat.
Koperasi Berdikari memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas pasar bagi para petani kopi di Desa Genteng dengan memfasilitasi penjualan hasil panen mereka. Koperasi secara langsung membeli hasil panen petani dengan harga yang ditentukan oleh petani itu sendiri, membantu mereka menjangkau konsumen. Pendekatan ini dikenal sebagai perdagangan langsung, menghilangkan perantara antara produsen dan konsumen.
Di masa depan, tujuan Koperasi Berdikari adalah membangun merek yang kuat untuk mengakses pasar premium dan menyadari pentingnya mengembangkan sistem digital. Hal ini mencakup pembuatan situs web dan peluncuran platform e-commerce yang menampilkan penelusuran kode QR.
Yayasan Palasara Widya Indonesia mendukung petani kopi Arabika yang mempraktikkan pertanian organik di Desa. Didirikan pada 2023, Yayasan Palasara adalah inisiatif nirlaba yang muncul dari keprihatinan mendalam terhadap krisis ekologi dan sosial yang mengancam hak-hak dasar masyarakat, yang didedikasikan untuk mempromosikan dunia yang adil, sehat, dan inklusif dengan memberdayakan kaum muda Indonesia.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai program-program mereka, kunjungi https://palasara.org/.
Pameran produk-produk lokal di Weaving Resilience Global Meeting bukan hanya memperkenalkan keunikan Indonesia, tetapi juga menginspirasi dunia tentang bagaimana pemberdayaan komunitas lokal dapat melahirkan produk-produk berkualitas yang membawa dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan.








