Sebagai Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), pernahkah anda melakukan asesmen potensi terbesar apa saja yang dimiliki? Apa ekosistem di daerah anda sudah mendukung kerja advokasi kebijakan, pemberdayaan masyarakat, dan pengawasan pemerintah yang anda lakukan? Atau malah teman-teman OMS masih berkutat dengan banyaknya tantangan yang harus dihadapi di lapangan?
Tidak bisa dipungkiri peran OMS begitu penting. OMS merupakan jantung demokrasi. Keberadaan mereka sebagai representasi suara masyarakat, sangat krusial dalam mendorong perubahan positif di berbagai sektor kehidupan. Mengutip dari sejumlah sumber, OMS memiliki peran beragam, di antaranya untuk mendorong praktik pembangunan berkelanjutan dengan memastikan pemanfaatan sumber daya alam yang bertanggung jawab dan konservasi lingkungan; mendorong demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang lebih akuntabel; serta melindungi hak asasi manusia dan memberikan suara kepada kelompok-kelompok minoritas, perempuan, anak-anak, dan kelompok rentan lainnya (Brinkerhoff, J.M., & Brinkerhoff, D.W., 2002; Seyfang, G., & Smith, A., 2007; Jenkins, J.C., 2005; Ibrahim, A., 2015).
Namun OMS menghadapi sejumlah tantangan dalam melaksanakan kerja mereka, terutama terkait dengan keberlanjutan lembaga. Sejak masuknya Indonesia sebagai anggota G20 pada 2008 silam dan pada Juli 2020 lalu, World Bank menyatakan Indonesia menjadi negara berpendapatan menengah atas, OMS harus menghadapi kondisi sulit akibat semakin berkurangnya dukungan donor, khususnya dari luar negeri. Bahkan dana hibah yang diberikan lembaga donor dinilai kurang fleksibel, mengakibatkan OMS hanya fokus pada implementasi kerja di lapangan dan dokumen laporan, tanpa memiliki sisa dana cadangan yang digunakan untuk meningkatkan kapasitas staf dan lembaga.
Tak hanya masalah dukungan pendanaan, OMS juga menghadapi kecenderungan penyempitan ruang gerak masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam pembangunan; lemahnya kapasitas OMS dalam berbagai aspek; dan persoalan kesenjangan kapasitas OMS dan perbedaan konteks antardaerah di Indonesia.
Ananta Fund yang merupakan bagian dari Yayasan Keanekaragaman Hayati (Yayasan KEHATI) menerima mandat untuk mengelola dana abadi guna memperkuat peran OMS di Indonesia, khususnya OMS lokal yang bekerja di sejumlah bidang fokus, yakni: kesenjangan sosial, ruang gerak masyarakat sipil, pengentasan kemiskinan, kesetaraan gender, pelestarian lingkungan, dan perubahan iklim.
Guna memahami kondisi awal dan karakteristik OMS di masing-masing wilayah, mengetahui kapasitas dan permasalahan yang dihadapi OMS, serta mengidentifikasi lembaga inkubator dan bentuk dukungan yang diberikan, Ananta Fund memberikan dana hibah perdana kepada SMERU Institute untuk melakukan riset “Studi Dasar (Baseline Study) Penguatan Organisasi Masyarakat Sipil Lokal di wilayah Indonesia bagian Barat, Tengah, dan Timur”.
Riset dilaksanakan selama periode Maret-Mei 2024 dan berhasil menjaring 259 lembaga di seluruh wilayah Indonesia. Keseluruhan informasi OMS yang mengikuti survei telah masuk dalam pangkalan data website Ananta Fund (klik: Jejaring Kerja). Pemetaan data yang dihimpun meliputi sejumlah hal, yakni:
- Profil singkat setiap OMS yang di-survei;
- Isu-isu spesifik yang perlu ditangani oleh OMS di setiap kategori wilayah; dan
- Kebutuhan akan pengembangan kapasitas kelembagaan yang berkelanjutan, termasuk mengatasi tantangan-tantangan spesifik.
Setidaknya terdapat empat (4) tantangan yang menjadi temuan utama dalam hasil studi ini, di antaranya: masalah pendanaan; sumber daya manusia (SDM); manajemen kelembagaan; serta ekosistem dan lingkungan yang belum mendukung penguatan OMS.
Terkait poin ekosistem, hasil studi menunjukkan adanya kesenjangan OMS antarwilayah untuk mengakses berbagai informasi; pemerintah daerah yang tidak mengetahui keberadaan OMS berkinerja bagus di wilayah sendiri, dan cenderung memilih bekerja sama dengan konsultan/perorangan; selain itu juga belum adanya regulasi yang berpihak bagi kepentingan OMS; serta belum banyak lembaga menyediakan dana untuk pengembangan kapasitas individu dan organisasi. Untuk menjawab tantangan pada poin ini, diperlukan adanya advokasi kebijakan kepada pemerintah pusat di antaranya untuk memastikan peraturan pendanaan untuk OMS bisa tersosialisasikan ke seluruh lembaga, mendukung perumusan kebijakan pendanaan abadi bagi OMS, serta tersedianya sumber pendanaan pemerintah untuk melakukan penelitian dan produksi pengetahuan sebagai landasan kerja OMS.
Meski mengungkap sejumlah tantangan yang dihadapi OMS, studi ini juga membuka peluang untuk memperkuat peran mereka dalam masyarakat. Studi juga menjadi landasan bagi Ananta Fund dalam memberikan dukungan penguatan terhadap OMS di Indonesia.
Untuk memaksimalkan dukungan terhadap penguatan dan keberlanjutan OMS di Indonesia, Ananta Fund membuka peluang kerja sama dengan para donor dari berbagai sektor, mulai dari organisasi bilateral, multilateral, filantropi, dan perusahaan. Bentuk kolaborasi yang dapat dilakukan yakni:
- Dukungan peningkatan jumlah dana abadi Ananta Fund;
- Dukungan pendanaan langsung untuk program penguatan OMS;
- Dukungan pendampingan OMS (inkubasi); dan
- Bentuk dukungan lainnya.
Tentang Ananta Fund
Sejak 2022, Ananta Fund yang merupakan bagian dari Yayasan Keanekaragaman Hayati (Yayasan KEHATI) menerima mandat untuk mengelola dana abadi guna memperkuat peran Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Indonesia, khususnya OMS lokal yang bekerja di sejumlah bidang fokus, yakni: kesenjangan sosial, ruang gerak masyarakat sipil, pengentasan kemiskinan, kesetaraan gender, pelestarian lingkungan, dan perubahan iklim.